Tuesday, October 20, 2009

Bull Catching Party (Pesta Tangkap Banteng)

Here is an article about cruel animal sports that is happening around the world (sorry it is Indonesian, but I promise I will translate it afterwards) :

Banteng! Kalau dengar kata yang satu ini, gambaran saya adalah, seekor binatang besar bertanduk tajam yang dengan gaharnya menyeruduk orang, apalagi kalau orangnya memakai baju merah, sudah pasti akan dikejar habis-habisan.Di Perancis selatan pertarungan antara banteng dan manusia yang disebut corrida adalah tradisi yang mengakar di masyarakat. Pertama melihat corrida di dalam arenes (arena banteng atau arena gladiator), dengan matador yang meliukan badannya untuk menghindari tanduk si banteng, saya merasa menderita sekali. Karena sebelum bertemu matador si banteng disiksa terlebih dahulu. Tiga tombak tajam ditusukkan ke tubuh banteng. Pertarungan antara manusia dan hewan di dalam arenes akan diakhiri dengan tusukan pedang matador ke tubuh banteng hingga tewas. Itu adalah yang pertama dan yang terakhir saya melihat aksi pertunjukan seperti itu, 13 tahun yang lalu di kota Arles, Perancis Selatan. Tradisi corrida di Perancis selatan yang menempel dengan Spanyol melekat sangat erat. Beberapa kota memiliki arena banteng. Setiap tahun pesta banteng diperingati dengan sangat meriah. Pada satu hari Minggu saya dan suami tidak sengaja terperangkap di salah satu acara corrida, yaitu Abrivados des plages. Artinya, melepaskan banteng di pantai. Saat itu sebenarnya kami bermaksud melewatkan waktu berdua di tepi pantai, menikmati secangkir kopi dan croissant ditemani debur ombak. Mumpung anak-anak sedang menginap di rumah kakek-neneknya. Tapi kok ya, di mana-mana terdapat pagar besi setinggi dua meter sebagai pembatas. Cafe favorit kami yang berada di pantai pun ikut dikurung besi pengaman. Alamak...ternyata, pukul 11 pagi bakalan ada pesta pelepasan banteng di pantai! Mau pulang kok tanggung. Jadilah kami mendekam di dalam cafe sambil menunggu para banteng lewat. Apalagi menurut salah satu pengunjung cafe, pesta banteng ini jauh dari kekerasan dan tidak ada banteng yang dibunuh. Tapi, pemilik cafe menakut-nakuti kami dengan cerita seramnya. Katanya, tahun lalu, lumayan juga yang terluka akibat keseruduk si banteng! Tambahnya lagi, ada seorang ibu yang dengan cerobohnya lewat di pantai sambil mendorong kereta bayi dan bikin panik semua orang yang melihatnya. Karena panik si hewan pemberang itu jadi ikutan panik dan yang ada jadi mengejar semua orang dengan garangnya. Satu orang terpaksa diangkut ke rumah sakit karena kakinya luka parah keseruduk banteng!Kesimpulannya, pemilik cafe meyarankan kami untuk tidak keluar dari balik besi jeruji pengaman. Sekitar pukul 11 mulai terdengar suara gaduh di tengah kerumunan orang. Para pengendara kuda mulai siap beraksi menggiring banteng melewati pantai. Banteng-banteng itu dilepas dari mulai ujung pantai dan digiring sampai ke kandang besi. Oooh, saya pikir tadinya tuh, para banteng bakalan benar-benar dilepaskan begitu saja, lalu para jagoan mencoba menangkap buntut atau tanduk banteng, sebagaimana lazimnya tradisi.Ternyata, para banteng ini dikawal tiga hingga empat pengendara kuda yang berpakaian koboi. Amboi, gagah benar lelaki-lelaki yang duduk di atas kuda itu. Saya salah. Tidak semua koboi itu lelaki. Banyak juga koboi wanita duduk di atas pelana, bahkan sebagian ada yang baru berusia 15 tahun. Wah..wah.. gagah perkasa juga nih cewek-cewek imut, pikir saya. Paras gadis-gadis belia itu begitu cantik dan feminin, tak ada tampang tukang giring banteng deh! Di Indonesia pasti sudah jadi pemain sinetron!Lima belas menit kemudian terdengar suara letusan menggelegar menandakan banteng akan segera dilepaskan. Memang kalau sudah terbawa arus, jadi suka lupa diri. Pesan si pemilik cafe kami lupakan begitu saja. Saya dan suami tanpa sadar sudah keluar dari jeruji besi yang memang jaraknya renggang satu sama lain. Kami berada di tengah pantai keasyikan melihat binatang penyeruduk ini lewat. Setiap kali rombongan koboi dan banteng lewat, para penangkap banteng dengan gigihnya mengejar binatang itu untuk bisa menangkap buntut si hewan. Sumpah, saya heran betul, kebanyakan para penangkap adalah anak-anak. Kok bisa ya mereka tidak ketakutan. Lalu para orang tuanya, apa tidak cemas melihat anak mereka mengejar banteng liar? Kebayang aja kalau saya melihat anak saya lari-lari mencoba menangkap buntut banteng, dijamin saya langsung pingsan di tempat dan boro-boro sempat mengingatkan mereka agar hati-hati.Tiba-tiba, seorang penangkap berlari kencang ke arah kerumuman kami sambil berteriak panik!“Ada banteng lepas! Awas! Ada banteng kabur. Minggir semuanya!”Yang melintas di kepala saya hanya satu: kabur, mengamankan diri di balik jeruji besi. Saya celingukan mencari Kang Dadang. Waduh! Suami saya tidak ada di samping saya. Dia sudah kabur duluan! Tak ada waktu untuk ngomel. Saya lari sekencang-kencangnya ke balik besi pengaman. Untunglah saya berhasil kembali ke area aman meski sedikit memendam dongkol di hati karena ditinggal suami. Ada tiga banteng yang kabur. Bagusnya banteng-banteng itu lari ke arah laut, bukan ke arah pentonton. Melihat banteng lari menjauh, pelan-pelan para penonton kembali ke luar dari pagar pengaman dan berjalan menuju laut. Aahhh kasihan sekali... saya melihat bagaimana tiga banteng berenang hingga jauh ke laut. Ternyata banteng-banteng itu panik melihat gerombolan manusia. Banteng-banteng itu tidak tahu kalau kami juga panik melihat mereka. Satu banteng hilang cepat ditelan laut. Satu banteng berhasil diselamatkan. Tepuk tangan bergemuruh riuh tanda salut penonton kepada para penggiring banteng berkuda. Untuk menyelamatkan banteng, para koboi dan kudanya ikutan menceburkan diri ke laut. Hebatnya para koboi ini. Mereka harus menenangkan kuda-kuda mereka yang kecebur laut sambil berupaya menghalau banteng agar kembali ke arah pantai. Satu banteng lagi berakhir dramatis. Dia terus berlari masuk ke dalam laut hingga hanya tanduknya yang terlihat. Para pengendara jet ski, hingga kapal kecil mencoba mencegah si hewan agar berhenti berenang. Ketika akhirnya berhasil dihentikan, badan dan tanduk banteng di tarik dengan tali untuk dibawa ke pantai. Sayang sekali, setelah coba diselamatkan, umur hewan itu berakhir juga. Disitulah bedanya, jika di corrida biasa si banteng sengaja di bunuh, di acara ini malah diselamatkan. Saya mencoba mengambil gambar banteng yang tewas, tapi ditegur oleh salah satu koboi. “Nona, tolong jangan ambil foto banteng saya yang mati,” mata koboi lelaki muda itu berkaca-kaca. Dia sangat terpukul dengan perginya si banteng. Saya pun meminta maaf dan pergi. Baru saya ketahui, jika para banteng yang dilepas itu adalah milik dari peternakan para koboi. Suasana yang tadinya begitu semarak, jadi sedikit terganggu dengan matinya si banteng. Suara letusan kembali menggelegar menandakan akhir dari pelepasan banteng. Para penggiring banteng berbaris membentuk setengah lingkaran. Kami memberikan hormat atas keberhasilan dan keberanian mereka.Ternyata tidak semua pesta banteng menyeramkan. Pesta yang seru dan bikin adrenalin melonjak ini memungkinkan penonton ikut terlibat langsung.

No comments:

Post a Comment